Sutradara: B.W.
Purba Negara
Produser: B.W. Purba
Negara
Pemeran: Ponco Sutiyem,
Rukman Rosadi, Vera Prifatamasari, Ledjar Subroto, Fajar Suharno, E.
Suhardjendro, Supriyanto, Brilliana Desy D., Natasya Putri Sastrosoemarto,
Harso Diyono
Film ini mengisahkan tentang seorang
nenek yang sudah “sepuh”. Namanya Mbah Sri, beliau berusia sembilan puluh lima
tahun. Mbah Sri dirawat oleh cucu laki-lakinya, Prapto. Sewaktu mudanya,
Sang Suami, Pawiro Sahid meninggalkan Mbah Sri untuk berjuang melawan penjajah
Belanda dalam Agresi Militer ke-2 Tahun 1948. Pesan dari suaminya waktu itu, jika
selamat ia akan kembali pulang, apabila tidak selamat agar direlakan.
Dari judulnya saja
sudah dapat kita terka, film ini menunjukkan bagaimana memaknai sebuah perjalanan
hidup yang pada akhirnya manusia harus menghadapi kematian. Film ini mengajak
kita untuk mengunjungi kembali kenangan dan duka yang tertimbun tentang perjalanan
mencari kebenaran lewat ingatan.
Setelah perang
berakhir, Mbah Sri tidak pernah mendapat kabar berita tentang suaminya.
Dalam hati Mbah Sri selalu bertanya, apakah suaminya sudah meninggal ataukah
masih hidup? Apabila masih hidup di manakah kuburannya? Ternyata suaminya tidak pernah kembali. Mbah Sri menganggap
suaminya telah gugur dalam perang. Ingatan tentang suaminya
terus mengalir hingga di usia senjanya.
Mbah Sri ingin ziarah ke makam
suaminya. Tetapi beliau tidak tahu kuburan itu ada dimana. Mbah Sri meminta kepada cucu laki-laki satu-satunya untuk mencari kuburan suaminya. Selagi masih hidup, keinginan harus diperjuangkan. Tanpa kenal
lelah Mbah Sri terus berupaya untuk mencari kuburan suaminya. Langkah demi
langkah pencarian telah dilakukan hingga ia dibingungkan dengan beberapa
informasi.
Dialog dalam film ini menggunakan
percakapan bahasa Jawa, sehingga harus fokus dengan membaca teks apabila kita
tidak paham bahasa Jawa. Adegan dalam film ini juga mempunyai tempo yang lambat
sehingga setiap adegan terlihat berlangsung dengan utuh.
Ada yang mengatakan bahwa
Pawiro adalah sosok pahlawan karena berani mengorbankan diri menjadi umpan agar
pasukan Belanda keluar dari sarangnya. Sementara itu, ada yang mengatakan, ia
meninggal diserang oleh pasukan Indonesia karena dikira mata-mata Belanda saat
menaiki kendaraan jeep milik Belanda. Bahkan, ada yang mengatakan
bahwa Pawiro menjadi anggota militer rezim Orde Baru yang melakukan penggusuran
untuk pembangunan Waduk Kedung Ombo.
Iringan musik khas di dalam film, membuat
suasana yang yang terasa berbeda. Saat menonton film ini rasanya seperti ketika
kita ingin tahu sesuatu, tetapi di dalam hati kita sebenarnya takut akan
kebenarannya.
Informasi yang didapat
dari masyarakat telah membawa Mbah Sri tiba di Waduk Kedung Ombo, yang dahulu
merupakan Desa Kweni. Kemudian Mbah Sri menaburkan bunga di tengah waduk dimana
Sang Suami konon katanya dikuburkan di kuburan yang dahulu bernama Alas Pucung.
Cucunya yang telah mencari Mbah Sri
selama 4 hari, akhirnya bisa bertemu , merekapun pulang. Cucunya menerima
wasiat dari orangtua untuk menjaga nenek, dan dia juga ingin segera menikah.
Oleh karena itu, dia membutuhkan restu Mbah Sri.
Semua hal dalam film ini terasa benar.
Misteri sosok suami Mbah Sri begitu menarik. Karakter pemain mengalir apa
adanya. Kejadian demi kejadian terasa begitu nyata.
Setelah pulang ke rumah, Mbah
Sri mendapatkan informasi bahwa suaminya ternyata mempunyai dua keris. Keris
itulah yang membuatnya bisa kebal dari serangan senjata api Belanda. Keris yang
satunya dipegang oleh Mbah Sri. Secara mistis keris tersebut memberi petunjuk
arah. Mbah Sri kembali melanjutkan pencarian seorang diri berbekal tas yang
usang. Ia mendapatkan informasi dari perempuan tunanetra. Tetapi, Abdi yang
merupakan teman Pawiro malah berusaha menyesatkannya dengan mengarahkan kepada
kuburan lain.
Ziarah mempunyai struktur cerita yang susah
ditebak. Kita tidak langsung mengetahui motivasi tokoh utama, tetapi kita
melihat motivasi dari karakter lain. Film ini tidak serta mudah dicerna, ceritanya
sederhana, tetapi beberapa adegan perspektif karakter lain membuat terasa
padat.
Film ini sangat
menyentuh persoalan untuk berdamai dengan masa lalu, dengan kenangan tentang
seseorang. Plot cerita yang awalnya terasa datar
dengan iringan musik menyayat berubah menjadi tegang. Selain itu, terdapat
elemen mistis di tengah cerita yang membuat semakin penasaran. Film ini mengajarkan banyak hal, antara lain: perjuangan
hidup di masa penjajahan Belanda, rasa nasionalisme untuk merdeka, serta
kuatnya cinta dan bukti kesetiaan istri pada suami. Mengulik masa lalu
mengingatkan kita untuk selalu belajar dan hidup lebih baik setelahnya.