FILSAFAT HUKUM
Dr. Artidjo Alkostar, SH, LLM
DAFTAR ISI
I. Filsafat dan Eksistensi Kehidupan
1. Zaman Mesir Kuno
a. Filsafat dan peradaban
b. Filsafat dalam Prespektif Sejarah
c. Filsafat Timur
2. Zaman Babilonia
a. Filsafat dan hukum
b. Filsafat dan kekuasaan
3. Zaman Yunani Kuno
a. Lahirnya Filsafat Yunani
b. Filsafat dan Perkembangannya
4. Zaman Romawi
a. Pengembangan pemikiran filsafat
b. Filsafat dan hukum Romawi
5. Zaman Abad Pertengahan
a. Filsafat dan agama
b. Filsafat dan dogma
6. Filsafat dan pemikiran Islam
a. Munculnya filosofi Islam
b. Konstribusi filsafat Islam
7. Masa Pencerahan (renaissance)
a. Perubahan paradigma pemikiran berat
b. Filsafat dan Humanisme
8. Zaman Modern
a. Pemikiran filsafat modern
b. Filsafat danHukum Modern
II. Filsafat dan persoalan nilai-nilai
1. Filsafat dan nilai logis
2. Filsafat dan nilai etis
3. Filsafat dan nilai astetis
III. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
1. Filsafat dan kebenaran
2. Filsafat hukum
I. Filsafat dan Eksistensi Kehidupan
Dalam masyarakat biasanya terjadi tidak ada undang-undang yang tertulis seperti yang ada dalam masyarakat modern yang paling sederhana pasti ada kebiasaan, norma moral, atau etika dalam tata pergaulan masyarakat tersebut. Kebiasan atau adat yang berlaku dalam suatu masyarakat merupakan elemen terbentuknya ketertiban, harmoni sosial, estetika relasi antar warga, dan pedoman penyelesaian perkara atau konflik yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa setiap komunitas sosial sesuai dengan jangkauan pengarahnya, memiliki nilai-nilai yang dianut alam masyarakat tersebut.
Eksistensi nilai-nilai selalu diperlukan oleh individu dan kelompok masyarakat. Masyarakat yang tanpa nilai adalah masyarakat tanpa pedoman, tanpa peradaban, dan tanggung jawab. Nilai-nilai merupakan program pedoman bagi individu dan masyarakat untuk dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dengan bebas. Dengan nilai-nilai pula individu dan masyarakat dapat mempertahankan eksistensinya serta mengembangkan peran sesuai dengan fitrah keberdaannya. Fitrah adalah kecenderungan manusiawi yang ada dalam setiap manusia secara universal, misalnya untuk hidup sejahtera, berkeluarga sejahtera, dan sejenisnya. Sedangkan sikap adalah keharusan yang harus diperbuat manusia secara indvidual.
Eksistensi nilai berkolerasi dengan kualitas kehidupan individu atau masyarakat. Makin tinggi nilai-nilai yang dianut dan diterapkan oleh kehidupan individu atau kelompok sosial, akan semakin tinggi peradaban seseorang atau komunitas sosial tersebut. Peradaban individual menyangkut pilihan nilai yang dianut orang tersebut dalam melaksanakan visi dan misi kehidupannya. Bahasa seseorang mencerminkan kepribadian orang tersebut dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan alamnya. Bahasa dan perilaku seseorang mencerminkan keadaban orang tersebut yang dengan watak perbuatannya itu, maka orang lain memberikan nilai terhadap kualitan perbuatannya. Begitu pula peradaban suatu komunitas atau bangsa, mencerminkan pilihan nilai yang dianutnya, sehingga watak dan kesadaran kolektif suatu bangsa itu berkolerasi dengan sistem perekonomian, politik, tradisi moral serta perkembangan ilmu dan seni yang menjiwai bangsa tersebut. Setiap perbuatan seseorang atau kelompok mempunyai konsekuensi moral, sosial, dan hukum.
I. Filsafat Hukum Dalam Prespektif Sejarah
1. Filsafat hukum menyangkut filsafat keilmuan yang bersifat abstrak dan yang bersifat praktis yang berhubungan dengan pilihan-pilihan nilai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Filsafat tidak dapat dipisah dengan upaya sungguh-sungguh untuk menemukan dan mencapai hakikat sesuatu. Dalam dunia hukum dikenal adanya hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Apalagi dalam masyarakat Indonesia yang akrab dengan hukum adat menjadi tidak asing dengan hukum tertulis.
Bangsa Mesir kuno sekitar tahun 4000 SM (sebelum masehi) memiliki kepercayaan bahwa dunia dan segenap isi kehidupan di dalamnya tunduk dan berada dalam kekuasaan dewa-dewa, antara lain adalah Dewa Ra atau Dewa Matahari. Bangsa Mesir saat itu berada di dalam kehidupan praktisnya menyembang berhala, dewa, roh, dan raja. Adanya “Mummy” di Mesir tidak lepas dari adanya kepercayaan bahwa orang yang sudah meninggal rohnya bisa keluar dan masuk pada jasadnya yang diawetkan.
Sumber hukum yang menjadi sandaran nilai bangsa Mesir melaksanakan kehidupan dan mengadakan hubungan sosial dapat melaksanakan kehidupan dan mengadakan hubungan sosial dapat dilihat pada prasasti (obelisk), batu nisan dan relief piramida. Tingkah laku bangsa Mesir dengan membuat piramida saat itu tidak lepas dari kepercayaan yaitu adanya perintah dari dewa yang diyakini memiliki kekuasaan gaib. Keberadaan suatu hukum tidak pernah lepas dari struktur rokaniah masyarakatnya. Dimana ada yang dijadikan pedoman berperilaku secara kolektif.
2. Pikiran, ide, konsep, dan norma bangsa Yunani pada tahun 2000 SM terlihat dalam syair, ucapan kebiasaan moral dan kaidah yang termanifestasikan dalam tingkah lakunya. Sebagai penyembah dewa-dewa, bangsa Yunani percaya bahwa dewa memiliki sifat kemanusiaan (antropomorfisme). Pada manusia tersebut dikenal adanya dewa Zeus. Sebagai dewa tinggi, serta dewa-dewa yang lain yaitu diantaranya Apthodite atau dewa kecantikan, Apollo atau dewa kekuatan dan lain sebagainya. Dalam pandangan bangsa Yunani kuno, raja dianggap sebagai manofestasi yang melakukan tindakan negara dan juga mengurusi masalah agama.
3. Dalam kehidupan bangsa Romawi Kuno yaitu tahun 1500 SM juga ada kepercayaan terhadap dewa-dewa, antara lain dewa Zeus, Janus yaitu dewanya para dewa sehingga dianggap sebagai pendiri peradaban. Dalam agama mereka diyakini bahwa ada ikatan kontrak antar manusia dengan dewa. Dengan posisi bahwa manusia wajib mempersembahkan korban yang diberikan kepadanya. Diantara banyak dewa tercatat antara lain Flora dan dewi bunga, Nuptunus dewa air, Diana atau dewa bulan, dan lain sebagainya.
Sumber ajaran kehidupan dan hubungan dapat dilihat dalam inskripsi atau kumpulan ajarn kebaktian, kuil, dokumen dalam syair, dan lain sebagainya. Dalam tersebut dikenal adanya hal yang baik dan yang jahat. Dalam hukum sebagai cita ideal masyarakat terlihat dalam pikiran, gagasan, dan tingkah laku bangsa Romawi.
Sejati keberadaan entitas hukum adalah untuk menjaga keluhuran martabat manusia. Dengan adanya hukum manusia baik secara individual maupun kelompok mendapat rambu-rambu agar tidak merendahkan martabat dirinya sendiri serta orang lain. Konsekuensi etisnya, hukum akan memberikan reaksi terhadap tindakan yang mengganggu eksistensi fitrah seseorang atau komunitas manusia. Reaksi hukum terhadap tindakan orang-orang yang merugikan pihak yang lain merupakan konsekuensi yuridis yang bersifat a priori yitu proposisi mengenai realitas yang tidak dapat dibantah. Reaksi hukum yang berdimensi protektif, merupakan kenyataan dalam hubungan kemanusiaan yang tiak dapat ditolak, agar intraksi sosial dapat terlindungi dari tindakan-tindakan ilegal yang merugikan komunitas kemanusian.
Dalam posisi yang tidak dapat dari eksistensi komunitas kemanusiaan, keberadaan hukum merupakan kebutuhan asasi bagi masyarakat atau negara kebangsaan, agar interaksi sosial dan komunikasi politik dapat berkembang secara baik dan terhormat. Dengan arti pula, tanpa pedoman hukum, masyarakat atau negara tidak dapat berkembang secara sehat.
Legimetasi keberadaan suatu hukum didasarkan kepada otoritas tertentu yang dinilai mempunyai kekuasaan mengatur, misalnya Tuhan, dewa, raja, suara rakyat terbanyak, dan lain sebagainya. Postalut moral keberadaan hukum tersebut, memiliki relevansi sosial-politik. Dalam hal terjadi chaos atau kekacauan yang menuntut adanya otoritas yang dapat mengatasi kekacauan atau konflik antar manusia atau kelompok. Hukum dapat menjadi salah satu lembaga dalam proses penyelesaian konflik atau sengketa antar manusia.
Keberadaan suatu hukum, tidak lepas dari struktur rokhaniah masyarakat, karena pedoman tata cara berhubungan sosial itu harus ada dalam nilai-nilai pedoman perilaku, gagasan, dan ide alam masyarakat yang bersangkutan.
Kenyataan berdasarkan hukum, terlihat ada yang tertulis, ada yang tidak tertulis, ada yang eksis secara lisan. Hukum adat yang antara lain berlaku di Indonesia, hukum kebiasaan yang berlaku antara lain di Inggris mempunyai kekuatan meningkat dan dihormati oleh masyarakat pendukungnya. Hukum tidak tertulis merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diterima, diakui, dianut, dan dijadikan pedoman dalam bertingkah laku dalam tata cara pergaulan masyarakat dan pelaksanaan hubungan sosial-politik bernegara. Yurisdiksi berlakunya hukum tidak tertulis sesuai dengan jangkauan legitimasi norma kebiasaan masyarakat pendukungnya.
Hukum tertulis pertama di dunia secara historis tercatat dibuat oleh RajaHammurabi dari kerajaan Babilonia yang berkekuasa tahun 1700an SM.
Keberadaan hukum secara anaologis, tidak lepas dari kehendak kolektif masyarakat konstituennya, termasuk cita ideal untuk hidup bahagia di dunia dan di alam setelah kehidupan dunia. Kepercayaan tentang adanya kehidupan akhert juga percaya oleh masyarakat pada masa kerajaan Fir’aun di Mesir pada tahun 4000SM.
Sukma hukum akan mempengaruhi karakter hukum dalam penampilannya. Hukum yang bersukma kekuasaan despotic akan menampilkan wajah hukum baru yang otoriter dan tidak memberikan ruang bagi hak asasi rakyat. Keberadaan hukum berada dalam otoritas pemegang kekuasaan. Pada saat yang sama, tidak ada doaaminan otoritas netral dari keadilan sejati, karena hukum yang ada dalam dirinya tidak bersukma keadilan.
II. Hakekat Hukum
Masalah-masalah Hakekat Hukum yang menyangkut pertanyaan: apa Hukum, asal mula hukum, kenyataan sosial, tujuan hukum dan keadilan.
1. Asal Mula Hukum (Teori Imperatif), yang didukung oleh teori-teori:
a. Teokrasi
Yang terdapat bahwa hukum datang dari Tuhan.
(Thomas Aquinas, 225-1275, Abad Pengetahuan, Kristiani)
b. Kedaulatan Hukum
Hukum berasal dari kesadaran hukum masyarakat (Hans Krabbe)
c. Kedaulatan Negara
Hukum dari negara (Kelsen, Jellineck, 1881-1973)
- Kelsen orientasinya normatif
- Jellineck, orientasinya politis
d. Perjanjian masyarakat
Hukum dari kontrak sosial/perjanjian masyarakat
- Thomas Hobbes
- John Locke (1632-1704)
- Ruosseau
2. Kenyataan-kenyataan sosial yang mendalam
Von Savegnyovolk geist : Jiwa bangsa
Sehingga reaksi terhadap Thibout yang akan memperjuangkan kodifikasi di jerman karena pengaruh konifikasi dari Justianus dan Code Napoleon.
3. Tujuan hukum dan keadilan
Menurut teori etis (Aristoteles), tujuan hukum adalah keadilan yang meliputi.
a. Distributif : yang didasarkan pada prestasi (jasa).
b. Kumulatif : tidak didasarkan pada jasa tapi pada umum.
c. Vindikatif : hukuman terhadap kejahatan harus setimpal.
d. Kreatif : harus ada perlindungan bagi orang kreatif (yang mencipta).
e. Proteksi : harus ada perlindungan.
f. Legalis : keadilan yang diciptakan oleh Undang-Undang.
Menurut Jeremy Bentham (Inggris)
: hukum harus berguna untuk mencapai kebahagiaan
Menurut Gustav Rodbruch
: tujuan hukum adalah keadilan, kegunaan, dan kepastian hukum.
Sedangkan dalam konsep Islam, tujuan hukum adalah:
Keadilan, kemaslahatan masyarakat, dan peningkatan martabat kemanusiaan.
Dalam pandangan Islam, manusia tidak bisa mengetahui dimana kebenaran yang hakiki itu ada, dan untuk membimbing mereka (manusia), maka perbuatan manusia dibagi dalam 5 kategori yaitu fardhu (wajib), sunnah, mubah, makruh,dan haram. Karakter hukum Islam mempunyai sifat mendidik individu dan masyarakat secara kolektif untuk memilih tindakan alam lima kategori tersebut dalam menghadapi realitas kehidupan sehari-hari. Dalam hubungan ini seseorang dan kolektivitas masyarakat dipaksa untuk memilih pilihan yang baik, lalu terpaksa melakukan pilihan yang baik untuk dirinya, lalu menjadi bisa menjadi warga masyarakat yang berbuat baik, sehingga terbiasa atau menjadi kebiasaan yaitu menjadi budaya untuk berlomba-lomba berbuat pilihan terbaik atau kebaikan bagi dirinya dan masyarakat lingkungannya. Karakter hukum merangsang seseorang dan masyarakat pendukungnya untuk dapat mendidik dirinya sendiri dengan cara memilih pilihan yang berorientasi kepada kebajikan.
IV. EVOLUSI PEMIKIRAN tentang HUKUM
1. ZAMAN MESIR KUNO
2. ZAMAN BABILONIA
3. Zaman YUNANI
4. ZAMAN ROMAWI
Hukum dianggap sebagai bagian yang sakral (abad VI SM – abad V sesudah Masehi. Realitas sosial dan situasi politik kerajaan Romawi bercorak maskulin, sehingga watak hukumnya bersifat memberikan hak lebih pada kaum pria dibandingkan yang disediakan bagi kaum wanita. Dalam arti pula watak hukum Romawi bersifat feodalistik. Sehingga paradigma hukumnya lebih berorientasi kepada kaum kerajaan, para prajurit yang berperang, dan para oligar lainnya.
5. ZAMAN PERTENGAHAN
Hukum yang dinyatakan dalam hubungn erat dengan Allah dan agama (abad V – abad XV)
6. REANISSANCE
Hukum mulai dipandang dalam hubungan dengan kebebasan manusia dengan Negara-negara nasional (abad XV-1650)
7. ZAMAN RASIONALISME
Hukum dipandang secara rasional hanya dalam sistem negara dan hukum (1960-1800)
8. ABAD XIX
Hukum dipandang sebagai faktor dalam perkembangan kebudayaan dan obyek penelitian ilmiah (1800-1900)
IV. PENCAIRAN MEMALUI PERADILAN
IV. JURISPRUDENSI
1. Jurisprudentia
- Pengetahuan umum (latin)
- Peradilan tetap -> hukum peradilan (teknis)
2. Utilitas
a. Legisme : jurisprudensi tidak penting, hukum yang terkait pada Undang-Undang
b. Free Rechtbeweeging : jurispruensi penting
c. Rechtvnding : keterikaatan yang bebas dan kebebasan yang terikat, Hakim menyelaraskan Undang-Undang dengan tuntutan zaman, dengan jalan penafsiran eksensif, analogi (abstarksi) dan determinasi.
3. Asas
a. Precedent (AS, Inggris) - > hakim terikat
b. Bebas (Belanda, Perancis) - > hakim tidak terikt
Putusan Hakim
1. Jurisprudensi Pengertian
Proses penemuan hukum dipandang sebagai tindakan kognitif murni (pengenalan murni) dan penyelesaian kasus kongkrit sebagai suatu silogisme.
2. Jurisprudensi asas
Proses penemuan pada asas-asas, hakim dapat menerapkan hukum secara bertanggung jawab, yaitu dengan menetapkan persamaan hakiki dari kasus-kasus yang terjadi dengan metode analogi dan a contrrio.
3. Jurisprudensi kepentingan
Putusan bukan hanya pengenalan murni atau pengenalan hipotesis undang-undang dalam situasi kongkrit, tapi merupakan tindakan kehendak (volitief) dan pemilihan oleh hakim berdasarkan pertimbangan kepentingan yaitu Libre Recherche Scientifique yang mensyaratkan bahwa merupakan tugas ilmiah yang bebas untuk menuntun hakim pada pemecahan situasi-situasi yuridis
Perbandingan Yurisprudensi
1. Yurisprudensi kontinental dipengaruh oleh Hukum Romawi Anglo – Amerika tidak berbau feodalistik
2. Kontinental pada dasarnya terkodofikasi, sedangkan Anglo – Amerika berlandaskan pada Common Law
3. Dalam sistem kontinental jurisprudensi bukan merupakan sumber humum yang esensial, tapi di Angol-Amerika precedent merupakan sumber hukum yang prinsipil
4. Hukum kontinental bersifat, Anglo –Amerika berfokus tentang kasus individu dan membangun prinsip dari perkara ke perkara
5. Anglo – Amerika memberikan tempat yang dominan kepada pengadilan hukum,sedangkan juresprudensi kontinental memandang hukum tidak hanya dalam kaitan litigasi (proses pengadilan) tetapi secara umum dlam kaitan funsgi umumya.
6. Sistem kontinental mengenai adanya dualisme Common Low (kebebasan dan keadilan/equity)
7. Sistem kontinental membedakan secara susbtansial dan prosedural antara hukum perdata dan hukum administrasi (pengadilan tata usaha negara – PTUN). Hukum perdata mengatur tentang hubungan-hubungan hukum antar 2 subyek yang sama kedudukannya, sedangkan hukum administrasi membicarakan hubungan-hubungan hukum antara pemegang kekuasaan (otoritas) dengan subyek (warga masyarakat). Sedangkan sistem Anglo - Amerika berprinsip pada keadilan untuk semuanya atau justice for all. Sedangkan di negara sosialis atau komunis tidak ada hubungan hukum perdata, karena semua barang milik negara. Hakim kontinental dibelenggu oleh hukum-hukum mati, sedangkan di Anglo – Amerika bisa menggali keadilan dalam kasus-kasus individual.
Dalam hal ini ada 3 syarat pedoman bagi hakim :
1. Otonomi kemauan
2. Perintah dan kepentingan umum
3. Keseimbangan yang tepat atau kepentingan-kepentingan yang bertentangan
Jadi bagi aliran ini, sumber hukum tidak hanya hukum positif, tapi juga :
- Adat kebiasaan
- Kekuasaan dan tradisi
- Penelitian ilmiah yang bebas
Jadi menurut aliran ini :
Dengan adanya pertentangan hukum dan penilaian oleh hakim, bukan tidak mungkin terjadi penyelundupan unsur penilaian sehingga membuka pintu putusan yang subyektif.
Pendekatan pemikiran :
1. Jurisprudensi Asas
Pendekatan pemikiran sistem (systemic approach)
2. Jurisprudensi Kepentingan
Pendekatan masalah-masalah (problematic approach)
Positivisme
|
Idealisme
|
Apa yang seharusnya terpisah dari gagasan keadilan
Positivisme analitik
- Harus stabil
- Dipisahkan dari ide tentang keadilan etika
|
Didasari prinsip-prinsip
Positivisme prgmatik
- Hukum : tunduk pada masyarakat, karenanya apat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan masyarakat
- Penafsiran dan penerapan UU oleh hakim/ pengadilan merupakan upaya kreatif, untuk itu perlu ada kebebasan bagi hakim dalam memecahkan permasalahan hukum yang dihadapkan kepadanya
|
Tugas Yuridis Pengadilan
1. The Literal Approach
- Menafsirkan atau menerapkan undang-undang
- Penafsiran :
· Legislative relity
· Flexibility
· Precedent
· Language
2. The Golden Rule
- Memegang gagasan umum bahwa UU dibangun sebagai upaya rasional untuk mencapai hasil yang layak.
- Menafsirkan UU berpedoman pada realitas
3. The Mischief Rule
- Tugas pengadilan menyelidiki kekurangan-kekurangan hukum (lama) lalu menetpkan dan membentuk putusan yang dapat membasmi kejahatan dan menemukan terapinya.
4. The Purpose Of The Statute
Berpedoman bahwa tujuan umum UU adalah melakukan yang baik.
Tujuan Putusan Pengadilan
1. Finality
- The authoritative resolution of the dispute should be clear (jelas) and intelligible (dapat dimengerti)
- Res judicata
2. Efficiency
- The system should operate to accomplish its goals
3. Social Goals
- The court should decide which of society’s goals
4. Stability
- Putusn harus mengeliminir ketidakpstian problem hukum dalam suatu kasus
- Putusan dapat menjadi pedoman bagi yang terlibat dan berkepentingn
5. Fairness
- Dengan prinsip “fairness” tercakup 2 sasaran yaitu keadilan di antara pihak yang berperkara dan putuasan tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral.
Kekuatan Putusan Hakim :
1. Kekuatan mengikat
2. Kekuatan bukti
3. Kekuatan eksekutorial
Alasan-alasan hukum untuk banding (pidana) = Judex facti, karena :
a. Ada kelalaian dalam penerapan hukum acara
b. Ada kekeliruan
c. Ada yang kurang lengkap (vide pasal 240 KUHAP), menyangkut :
- Judec facti kurang dalam pertimbangan hukumnya (Onvoeldende germotivverd)
- PHP (Penilaian Hasil Pembuktian) yang menjadi kewenangan judex facti
d. Pengadilan banding bisa menguatkan putusan pengadilan pertama
Alasan-alasan hukum untuk banding (pidana) = Judex jurist, karena :
a. Hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebgaimana mestinya
b. Cara mengadili tidak dilaksanakan ketentuan UU
c. Judect factie, melampaui batas wewenangnya (vide Pasal 253 KUHAP).
Majelis Kasasi
- mengadili sendiri
Alasan-alasan Hukum untuk PK (peninjauan kembali) pidana, karena :
a. Novum (keadaan baru) yang bersifat menentukan
b. Putusan yang telah terbukti bertentangan
c. Ada kekhilafan hakim atau kekeliruan hakim dan maya (vide Pasal 262 ayat (2) KUHAP
- Sifat kualitas novum
- Majeis PK, mengadili kembali
Melawan Hukum
1. Perbuatan yang bertentangan dengan hukum obyektif atau hukum positif atau hukum yang berlaku
2. Bertentangan dengan hak subyektif pihak lainnya
3. Tanpa hak yang bersangkutan
Perbuatan Melawan Hukum
: Suatu sarana untuk melakukan perbuatan yang dapat dihukum, dengan arti baik melawan hukum formil dan materil.
Melawan Hukum
- Berkorelasi dengan niat atau kehendak dan melakukan sesuatu hal dengan sengaja
- Pembeli yang beritikad tidak baik, tidak lindungi oleh hukum
Melawan Hukum Materil
= melawan hukum terhadap asas hukum pada umumnya
- Bertentangan dengan
- Tidak adil dan tidak patut seorang PNS yang merangkap anggota DPRD mendapat penghasilan ganda melainkan cukup memiiki salah satu.
Doktrin Stare Decisis (Doctrine Precedent)
- Suatu holding (court decision) akan memberi petunjuk bagi kasus lain yang sama dalam hal facts (fakta-fakta) dan legal issue (aturan hukum)nya , secara substansial sama.
- Holdingnya atau ratio decidendi dalam suatu putusn pengadilan disimpulkan dalam suatu kalimat pernyataan yaitu amar putusan atau dictum.
- Sedangkan kalimat-kalimat pernyataan lainnya selain amar putusan disebut obiter dicta
Dalam konsepsi hukum, pendukung proses berperkara tergantung pada:
1. Subyek yang legal atau entitas yang saha (legal entity) melakukan upaya hukum.
Misal: siapa yang berhak untuk mengugat, banding, kasasi, mengadu
2. Kewenangan para penduduk hukum
Kewenangan absolut, relatif, struktural
FILSAFAT MENGENAI NEGARA HUKUM
Absolutive Negara
|
Rasionalisme
|
- Kekuasaan raja Louis XIV
- Semboyan “I’etat c’est moi” (Negara adalah saya)
- Subyek hukum adalah raja
|
- Kedaulatan Rakyat
- Nilai manusia pribadi sebagai subyek hukum
- Pengakuan terhadap pribadi rakyat yang memiliki hak-hak
|
Adolf (1883-1917) =Eksistensi
I. Karya tulis: Dasar aproiri hukum asli
II. Inti pandangannya:
1. Isi hukum positif Negara-negara di dunia berbeda-beda
2. Faktor yang menentukan isi hukum positif:
a. Pandangan etis orang-orang tertentu
b. Situasi ekonomi masyarakat
c. Hukum bukan khayalan subyektif, tetapi realitas obyektif, karena hukum digunakan orang
d. Sebagai nilai obyektif, dalam hukum terdapat prinsip-prinsip apriori dalam dirinya
e. Berlakunya suatu perjanjian berlaku dengan sendirinya. Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak. Inilah kebenaran yang nyata dalam diri hukum.
Paradigma Hukum
ORLA
|
ORBA
|
Reformasi atau Masyarakat Madani
|
- Demokrasi terpimpin
- UU Subversi
- Ideologi serba revolusi
|
- Demokrasi pancasila
- UU Subversi
Ideologi pembangunan
- Stabilitas
- Petumbuhan
- Pemerataan
- Feodalistik/ kondusif
- Penegakan hukum beretos kekuasaan
|
- Kebebasan
- UU kemerdekaan menyatakan pendapat
- Ekonomi kerakyatan
- HAM
- Egaliter/ kondusif
- Penegakan hukum beretos keadilan
|
KAJIAN FILSAFAT MENGENAI BADAN HUKUM
Ada beberapa teori mengenai Badan Hukum:
1. Teori Fiksi: Tokohnya: Von Savigny dan Salmond
Kepribadian hukum yang diberikan kepada subyek selain manusia_sebenarnya adalah fiksi belaka atau khayalan. Karena kepribadian yang sebenarnya hanya ada pada manusia. Sedangkan Negara_korporasi, badan hukum dan lembaga-lembaga tidak dapat menjadi subyek hukum, tetapi diperlukan untuk diperlakukan seolah-olah badan hukum itu seperti manusia.
2. Teori Konsesi →Dicey
Badan hukum dalam Negara tidak mempunyai kepribadian hukum kecuali jika diperlukan dan diperbolehkan oleh hukum.
3. Teori Zweeck Vermogen: Brinz
Hak milik badan-badan hukum dapat diperuntukkan dan mengikat secara sah pada tujuan-tujuan tertentu tetapi milik tanpa subyek, tanpa pemilik.
4. Teori Ihering:
Subyek hak-hak badan hukum adalah manusia yang secara nyata ada di belakangnya. Anggota-anggota badan hukum dan mereka dapat keuntungan dari suatu yayasan yang diberi kepribadian hukum.
5. Teori Realis atau Organik
Badan hukum adalah Reale Verbandsperson kepribadiannya tidak karena diakui oleh Negara; bukan ciptaan menurut hukum yang tidak nyata, bukan pula kepribadian yang terletak dalam anggota-anggota yang merupakan unsu-unsur atau orang-orang yang berkepentingan.
Teori-teori tersebut merupakan hasil dari konsepsi Filsafat yang mengasosiasikan dengan pembawaan manusia.
Teori Fiksi: Bersifat Netral
Teori Konsesi: Bermunatan politik karena memperkuat kekuasaan Negara, membenarkan pernyataan hak milik oleh Negara.
Teori Sweeck Vermogen → Hukum Publik
Hukum Privat
Yayasan:
Merupakan cita-cita yang dipersonifikasikan untuk menuntut loyalitas dari mereka yang mengabdinya.
Teori Realistik berdasar dari pikiran Volonte Generale
Rousseau: Pengangungan Negara secara berlebihan → teori Hegel → Neo Hegel
Negara-negara korporasi: dan Fascis
· Pemerintahan dalam badan hukum/ korporasi
Terutama yang berhubungan dengan perusahaan-perusahaan/ PT dalam kehidupan komersial modern.
Ada 3 hal:
a. Analisis mengenai sifat perbedaan korporasi.
b. Tentang kewajiban hukum dan transaksi-transaksi dari aturan yang berkedok pribadi hukum.
c. Korporasi yang dipraktekkan secara “gelap-gelapan”, khususnya untuk menghindari pembayaran pajak.
Bank gelap→ Koperasi →Bank
Masalah status hukum:
- Diakui sebagai badan hukum
- Tidak diakui sebagai badan hukum
- Badan hukum berbeda dengan korporasi…?
- Dalam UU Pidana Korupsi disebut tentang korporasi, berhubungan pula dengan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi.
Pasal 49: UU No. 9 Tahun (1966)
Jika suatu tindak pidana mengenai narkotika dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan. Baik terhadap badan hukum, perseroan, persekutuan atau yayasan itu, maupun terhadap mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana narkotika itu atau yang bertindak sebagai pemimpin atau penanggung jawab dalam perbuatan atau kelalaian itu ataupun terhadap kedua-duanya.
Sifat hukuman
Posisi relatif dari orang-orang
Fakta-fakta relevan yang lain
Lingkungan kasus-kasus
Penanggung Jawab dalam suatu badan hukum:
1. Penanggung jawab dalam suatu badan hukum
a. Sejak pembuatan wakil/ organ bias dipertanggungjawabkan kepada badan hukum/ organisasi.
b. Setiap usaha mempertahanka suatu hak dan setiap pelaksanaan suatu hak oleh organ/ pengurus sebagai organ dapat dipetanggungjawabkan pada badan hukum
c. Jika masih dalam suasana formil wewenangnya:;
Misalnya:
- Direktur perusahaan mengambil kredit
- Polisi menembak pencuri
- Bis Ramayana menabrak rumah orang di pinggir jalan
- Agen perusahaan Panasonic ingkar janji terhadap perusahaan lain.
2. Salah satu contoh dalam hal ini adalah pada Pasal 49 UU No 9 Tahun (1976) tentang Narkotik Menyebutkan bahwa:
- Jika suatu tindak pidana mengenai narkotika dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan. Baik terhadap badan hukum, perseroan, persekutuan atau yayasan itu, maupun terhadap mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana narkotika itu atau yang bertindak sebagai pemimpin atau penanggung jawab dalam perbuatan atau kelalaian itu ataupun terhadap kedua-duanya.
Logika Hukum → Silogisme
Premis Mayor
: Barang siapa mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
atau
denda paling banyak Rp60,- X 15
Premis Minor:Si Boy mengambil barang milik orang lain secara melawan hukum
Konsekuensi Yuridisnya: Si Boy harus dihukum.
KESESATAN RELEVANSI
1. Argumentum ad Haminem
Argumentasi yang menyerang reputasi pribadi dan tidak relevan dengan pokok perkara.
2. Argumentum ad Vericundiam/ Auctoritas
Tidak berdasar penalaran, tetapi hanya karena yang mengemukakan adalah orang yang berkuasa, ahli, dan sejenisnya.
3. Argumentum ad Baculum
Kesehatan karena didasarkan adanya ancaman.
4. Argumentum ad Misericordiam
Penalaran ditujukan untuk menimbulkan belas kasihan
5. Argumentum ad Populum
Mencari popularitas karena tidak memiliki konsep alternative untuk menemukan terobosan dalam kesulitan.
6. Non Causa Pro Causa
Disebut sebagai penyebab tetapi sebenarnya bukan itu penyebabnya.
7. Ignoratio Elinchi
Konklusi diturunkan dari premis, tetapi tidak relevan dengan premis tersebut. Misalnya mengatakan ada pembunuhan keji, tetapi tidak menjelaskan hubungan kausal dengan perbuatan terdakwa.
8. Argumentum ad Ignoratium
Jika dia menentangnya tidak membuktikan sebaliknya, maka pernyataan itu dianggap benar. Argumentasi antara penggugat lawan tergugat, antara penunut umum dengan terdakwa/ penasehat hukum.
9. Kesesatan Aksidensi
Kesesatan karena apa yang dianggap benar dalam substansi itu, juga benar dalam aksidensi. Sifat-sifatnya atau aksidensinya.
Demokrasi----------rahasia Negara
10. Kesesatan karena komposisi dan diivisi
Seorang anggota komunitas tercela, tidak berarti semua anggota komunitas tercela.
Perbuatan Hukum (An act in Law)
Pernyataan (proposal) yang menunjukkan perbuatan hukum (an act in law) dapat dinyatakan dalam tindakan tertentu:
Subyek predikat obyek
Merubah
Menghapuskan
Mengalihkan
Boy mengendarai mobilnya (bukan perbuatan hukum)
Boy menjual mobilnya (perbuatan hukum)
Premis mayor
= - konstruksi hipotesis
- susunan logis bersyarat
· Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut (vide Pasal 365 KUH Perdata).
A melakukan perbuatan melanggar hukum
B menderita kerugian
- Bersifat apriori
SILOGISME INQUISITOR
Semua tersangka/ tertuduh bersalah
Si Boy tersangka/ tertuduh
Maka si Boy bersalah
Kontrak:
Prestasi akan dibalas prestasi
Jasa akan dibalas jasa
Norma(nya) tentang prestasi:
Si X akan melakukan jual beli dengan X
Menyerahkan Barang
Maka (sebagai balasannya)
Si X akan membayar sejumlah uang
Bahasa dan Nalar →
Dapat bergeser dari umum → khusus
dari akan → harus
ada sanksi → bagi yang melanggar kontrak
Induksi logis → observasi → kesimpulan → prediksi
Penyelidikan
Deduksi logis → jika a dan b dua kelas
a dalam b
x dalam a
Berarti x dalam b
“Mematuhi Perintah”
Telah menjadi alat membela diri dalam berbagai pengadilan terhadap kejahatan kemanusiaan sejak pengadilan Nuremberg 1945/ 1946.
Metode Penalaran dalam Penerapan Hukum
1. Dalam domain Judex Facti: Pengadilan tingkat pertama
Pengadilan tingkat banding
Metode: induktif
2. Dalam domain Judex Jurist: Pengadilan tingkat kasasi
Metode: deduktif
Legal Analysis
Aliran Pemikiran Hukum
Masalah-masalah hukum dilihat dari konsep hukum dan aliran-aliran hukum:
1. Aliran Hukum Alam
Menyatakan bahwa hukum itu berlaku universal dan abadi
Tokohnya: Plato dan Thomas Aquinas
2. Aliran Posotivisme
Menyatakan bahwa hukum merupakan perintah penguasa yang berdaulat (dipelopori oleh John Austin) dan merupakan kehendak Negara (Hans Kalsen)
- Teori John Austin ini kemudian dikenal dengan Teori Hukum Analitis (Analitical Jurisprudence). Teori ini berkembang dan kemudian dibagi dalam 2 bentuk hukum, yaitu Positive Law (Undang-Undang) dan Positive Morality (hukum kebiasaan), yaitu apabila dikukuhkan oleh pejabat yang berwenang. Teori John Austin ini terbentuk dari cara berfikir orang Eropa dan kemudian berkembang di Amerika yang tentunya sesuai dengan cara berfikir orang Amerika. Kemudian berkembang menjadi 2 bagian, yaitu Analitical Jurisprudense dan Legal Realism.
- Teori Hans Kelsen dikenal dengan teori hukum yang murni dan menyatakan bahwa hukum harus bersih dari unsur-unsur non yuridis, seperti unsure tis (baik-buruk), sosiologis (hal yang berkembang dalam masyarakat), politis (kekuasaan) dan filosofis (keadilan).
Sedangkan dalam perundangan Islam tidak hanya kepastian hukum yang dipentingkan tetapi lebh dari itu, juga keadilan. Misalnya seorang yang akan diangkat menjadi Gubernur, maka ia ditanya dulu dengan apa dia melaksanakan kebijakan pemerintahannya, yang tentunya akan berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah (Qauliah), baru kemudian Ijma’ atau Qias atau hal-hal yang berkembang dalam masyarakat sebagai Sunnah Qauniah.
Tentang Rule of Law atau penegakan hukum bagi Hans Kelsen berarti:
a. Penjatuhan hukum demi kepastian hukum
b. Sumber utama dalam memutus perkara hanya hukum yang tidak dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan sosial, ekonomi, politis dan keadilan.
c. Dalam pelaksanaannya hukum tidak didasarkan pada kebijaksanaannya.
d. Hukum bersifat dogmatic
Menurut Hans Kelsen, hukum itu bersifat hirarkis, jadi hukum yang dibawah tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berada di atasnya yang merupakan Ground Norm. Teori ini dikenal dengan Stuffen Bau Teorie atau Teori Piramida yang Terbalik.
Tentang keberadaan hukum, Hans Kelsen mengkualifikasikan adanya 2 macam hukum, yaitu Hukum Formal (Das Sollen) dan Hukum yang nyata (Das Sein). Ada yang menyebut pandangan Hans Kelsen ini sebagai Neo Kantian.
3. Aliran (Madzhab) Sejarah
Dipelopori oleh Von Savigny, jadi Madzhab ini lahir dan berkembang di Jerman.
Aliran ini menyatakan bahwa hukum tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat.
Konsep ini dipengaruhi oleh agama (supernatural). Seperti halnya di Indonesia, dengan berlakunya hukum adat yang ditentukan oleh adanya keseimbangan magis religious (kosmos).
4. Aliran Sosiological Jurisprudence
Berpendapat bahwa hukum yang dibuat agar memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat (Living Law). Baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Aliran ini berasal dari Jerman, yang digagas atau dipelopori oleh Eugen Erlich dan kemudian berkembang di Amerika, yang dipelopori oleh Roscoe Pound.
5. Legal Realism (realism legal)
Pelopornya adalah Roscoe Pound di Amreika Serikat.
Aliran ini bersifat pragmatic, karena berprinsip bahwa hukum itu harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Konsep hukumnya adalah law is a tool of social engineering. Selanjutnya realism hukum yang berkembang di Amreika Serikat dipelopori oleh Holmes, Frank, dan Lawllyn, yang menyatakan bahwa, yang realistis itu adalah adanya subyektifitas hakim. Dimana dalam realitas politik jurispedensi Mahkamah Agung menjadi sumber hukum yang utama.
Aliran ini juga berpendapat bahwa hakim yang baik adalah sitiation scene, yaitu pemahamannya dalam situasi kongkrit, sehingga dapat memecahkan sengketa dengan baik.
Teori Hukum Murni
Hukum: Kehendak Negara
Disebut Teori Hukum Murni (Hans Kelsen)
Ada 4 elemen yang mendasari teori ini:
1. Hukum yang harus bersih dari unsur-unsur non yuridis, seperti:
a. Unsur etis : pertimbangan baik-buruk
b. Unsur sosiologis : hal yang berkembang dalam masyarakat
c. Unsur politis : kekuasaan
d. Unsur filosofis : keadilan
2. Tentang Rule of Law (penegakan hukum), bagi Hans Kelsen, berarti:
a. Penjatuhan hukuman demi kepastian hukum
b. Sumber utama hukum dalam memutus perkara hanya hukum, bukan dari pertimbangan:
- Keadilan
- Politis
- Sosial ekonomi
c. Dalam pelaksanaanya hukum tidak didasarkan pada kebijaksanaan
d. Hukum bersifat dogmatic
3. Hukum bersifat hirarkis, jadi hukum yang di bawah tidak boleh bertentangan dengan yang ada di atasnya.
Teori ini disebut Stuffen Bau Theory atau Teori Piramida Terbalik
Pengadilan di Indonesia berbeda dengan pengadilan di Negara lain yang sekuler, karena dengan adanya irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’, berarti memiliki dimensi Ilahiyah. Pengadilan di Indonesia tidak “Demi Ratu”, pengadilan di Indonesia bukan pengadilan rakyat. Pengadilan di Indonesia adalah pengadilan Negara yang kemerdekaannya berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, mengakui dan meningkatkan diri kepada Allah Yang Maha Adil.
Demi Keadilan atau atas nama keadilan dalam proses penegakkan hukum, dikandung makna bahwa undang-undang yang diterapkan merupakan hukum yang bersukma keadilan.
· Hakim tidak bisa melihat atau menunjuk jiwa seseorang pelaku kejahatan.
· Penegakan keadilan melibatkan hal-hal yang meta yuridis.
Menegakkan keadilan seperti membuka kulit buah lalu menyajikan sari buah kepada pencari keadilan. Untuk mengoperasionalkan aturan hukum, memerlukan kelengkapan kompetensi dan “jam terbang” yang tinggi. Penerapan hukum selalu melibatkan beberapa pihak yang berperkara. Keadilan bagi penggugat akan dirasakan tidak adil bagi tergugat dalam perkara perdata. Dalam perkara pidana, keadilan diharapkan oleh pihak pelaku, korban, Negara, dan stakeholder. Dalam hal tertentu diperlukan adanya restorative justice.
Dalam hubungannya dengan tuntutan pengalaman “jam terbang” dan profesionalisme dalam praktek penerapan hukum, Oliver Wendell Holmes pernah mengatakan: the life of the law has not been logic; it has been experience. Hal ini menunjukkan bahwa praktek hukum dalam realitas kehidupan masyarakat banyak berhubungan dengan pengalaman-pengalaman yang berulang, sehingga menuntut respon dari pihak yang memiliki legal technical capacity.
4. Bersifat dualis
Hukum Dalam Dimensi Keimanan
Setiap manusia memiliki kebutuhan atas jawaban tentang kepastian tujuan hidup itu. Jawaban tersebut ada digambarkan dengan jelas dalam hakikat keimanan, karena menjelaskan kehidupan ukhrawi. Manusia yang Atheis tidak dapat menjabarkan kehidupan di luar duniawi, karena tidak memiliki ruang kontemplasi tentang alam yang hakiki. Manusia dan masyarakat Atheis tidak dapat menggapai cita ideal selain apa yang mereka dengan dan mereka pikirkan.
Konsekuensi logis dari masyarakat yang demikian akan muncul hukum yang hanya bergantung pada hal-hal yang materialistis seperti kekuatan fisik berasal dari senjata dan kesungguhan ekonomi.
Kepustakaan:
Al-Aqqad, Abbas Mahmud, Filsafat Qur’an, (terjemahan Tim Pustaka Firdaus). Penerbit Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986.
Adams, Simon, Sejarah Dunia, dari Mesir Kuno Hingga Tsunami Asia, Panduan Utama tentang Sejarah Dunia, (terjemahan: Damaring Tyas Wulandari & Hilda Kitti), Penerbit Erlangga, Jakarta, 2008.
Aman, Chairul, dkk, Psikologi Qurani, Penerbit Cahaya Iman & Bedha, Bandung, 2008.
Amin, Ahmad, Prof, Dr, Etika (Ilmu Akhlak), (Alih bahasa Prof. K.H. FArid Ma’ruf). Penerbit “Bulan Bintang”, Jakarta, 1983.
Azim, Epistimologi dan Aksiologi Ilmu, Perspektif Al Qur’an. Penerbit CV Rosda, Bandung, 1989.
Anderson, Benedict R, O’G, Kuasa-Kata, Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia, (terjemahan Revianto Budi Santoso), Penerbit Mata Bangsa, Yogyakarta, 2000.
Aneesuddin,Mir, Dr, MSc, Fatwa Al Qur’an tentang Alam Semesta, (terjemahan: Machnun Husein), Penerbit PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2000.
Angell, Robert Cooley, Free Siciety & Moral Crisis, The University of Michigan Press, Ann Arbor, 1965.
Armstrong, Karen, Sejarah Tuhan, (Penerjemahan: Zaimal Am), Penerbit Mizan, Bandung, 2001.
Bachtiar, Harsya W, dkk, Budaya dan Manusia Indonesia, PT Hanindita, Yogyakarta, 1985.
Berghorn, Detlef, et al, Essential Visual of the World, National Geographic Society, Washington, 2007.
Berman, Morris, The Twillight if American Culture, W.W. Norton & Company, Inc, New York, 2000.
Bohrer, Frederick N, Orientalism an Visual Culture, Imaging Mesopotamia in Nineteenth-Century Europe, Cambridge University Press, Cambridge, UK, 2003.
Bowie, G. Lee, et al, Twenty Questions: An Introduction To Philosophy, Harcourt Brace Jovanovich, Inc, New York, 1992.
Braudel, Fernand, A History Of Civilizations, Penguin Books, New York, 2010.
Bremmer, Ian, The End Of The Free Market, Who Wins the War Between States and Corporations?, Portofolio-Penguin Group, New York, 2010.
Brown, Peter Lancaster, The World Of Science, Astronomy, Facts On File Publicattions, New York, 1984.
Bryson, Bill, Seeing Further, The History Of Science, Discovery & The Genius Of The Royal Society, HarperPress, London, 2010.
Butler, Benjamin, (Prepared by), An Outline Of The Philosophy Of Berkeley, Student Outlines Company, Boston, Massachussetts, 1959.
Calne, Donald B, Batas Nalar, Rasionalitas & Perilaku Manusia, (terjemahan: Parakitri T. Simbolon), Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Jakarta, 2004.
Cathcart, Thomas & Klein, Daniel, Plato and a Platyphus walk into a Bar, Understanding Philosophy Trough Jokes, Penguin Books, New York, 2007.
Collins, Francis S, The Language of God, A Scientist Presents Evidence for Belief, Free Press, New York, 2007.
Gombrich, E.H., A Little History of The World, Yale University Press Publication, New Heaven, 2005.
Green, Stephen, Good Value, Reflection on Money, Morality, and an Uncertain World, Atlantic Montly Press, New York, 2010.
Cruz, Peter de, Perbandingan Sistem Hukum, (terjemahan: Narulita Yusron), Penerbit PT. Nusa Media, Bandung, 2010.
Delfgaauw, Bernard, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, (Alih Bahasa: Soejono Soemargono), PT Tiara Wacana, Yogyakarta, 1992.
Delderfield, Eric R & Cook D.V, Kings and Queens of England and Great Britain, Davis & Charles (Publisher) Ltd, Newtoon Abbot, Devon, 1979.
Dewey John, Budaya dan Kebebasan, Ketegangan antara Kebebasan Individu dan Aksi Kolektif, (terjemahan: A. Rahman Zainuddin), yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 1998.
Drutman, Lee & Cray, Charle, The People.s Business, Berret-Koehler Publishers, Inc, San Francisco, 2004.
Dweck, Carol S, Ph. D, Mindset, The Psychology Of Success, Ballantibe Books, New York, 2006.
Dworkin, R.M, Filsafat Hukum, (terjemahan: Yudi Santoso, S.Fil).
Erlanger, Philippe, The Age of Courts and Kings, Manners and Morals 1578-1715, Harper & Row, Publisher, New York and Evanston, 1967.
Esposito. John L, et al, Dialektika Peradaban, Modernisme Politik dan Budaya di Akhir Abad ke-20, (terjemahan: Ahmad Syahidah). Penerbit Qalam, Yogyakarta, 2002.
Ferguson, Niall, Civilization, The West and The Rest¸ Penguin Books, New York, 2011.
Fernandez-Armeso, Felipe, Millennium, A History of the Last Thousand Years, Charles Sribners Sons, New York, 1995.
Frankel, Marvin E, Partisan Justice, Too Much Fight?, Too Little Truth?, Equal Justice?, Hill and Wang, New York, 1980.
Freely, John, Aladin’s Lamp, How Greek Science Came to Europe Through the Islamic World, Alfred A Knopf a division of Random, New York, 2009.
Friedman, Lawrence M, Total Justice, Beacon Press, Boston, Massachusetts, 1987.
Grondin, Jean, Sejarah Hermeneutik, Dari Plato sampai Gadamer, (terjemahan: Inyiak Ridwan Muzir), Ar-Ruzz Media, Sleman, Yogyakarta, 2008.
Grosvenor, Gilbert M, (editor), Great Religion of the World, The National Geografic Society, 1978.
Hamilton, Edith, Mythology, Timeless Tales of Gods and Heroes, A Mentor Book, New York, 1942.
Hannam, James, God’s Philosopers, How The Medieval World Laid The Foundations Of Modern Science, Icon Books, Ltd, London, 2009.
Harris, Sam, The Moral Landscape, How Science Can teterminate Hukam Values, Bantam Press, London, 2010.
Hart, H.L.A, Law, Liberty, and Morality, (terjemahan: Ani Mualifatul Maisah, S.Sos.), Genta Publishing, PO Box 1095 YK, 2009.
Hart, Michael H, 100 A Ranking of The Most Influential Persons in History, (100 Orang Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah), terjemahan: Ken Ndaru & M. Nurul Islam), Penerbit Hikmah, Jakarta, 2009.
Hatzfeld, Jean, History Of Ancient Greece, W.W. Norton & Company, New York, New York, 1968.
Hobbes, Thomas, Leviathan, (edited by Michael Oakshott), Collier Books Macmillan Publishing Company, New York, 1962.
Hobbes, Benny H, Semiotik & Dinamika Sosial Budaya, Komunitas Bambu, Depok, Jakarta, 2011.
Hollister, C. Warren, Medieval Europe, A Short History, McGraw-Hill Publishing Company, New York, 1990.
Hume, Plain Texts from Key Thinkers, Parma Books, London, 1997.
Idema, Wilt L, Judge Bao and The Rule Of Law,Eight Ballad-Stories from the Period 1250-1450, World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd, New Jersey, 2010.
Iida, Akira, Paradigm Theory & Policy Making, Tuttle Publishing, Tokyo, 2004.
Irving, Washington, Mohammed, Wordsworth Edition Limited, Hertfordshire, 2007.
Jnaicaud, Dominique, The Shadow of That Thought, Nortwestern University Press, Evanston, Illinois, 1996.
Jongeneel, J.A.B., Dr, Misteri Kepercayaan dan Ilmu Pengetahuan, (terjemahan: P.S, Naipospos), BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1983.
Kaelan, Prof, Dr, Ms, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika, Penerbit “Paradigma”, Yogyakarta, 2009.
Kartodirdjo, Sartono, (editor), Masyarakat Kuno & Kelompok-Kelompok Sosial, Bhatara Karya Aksara, Jakarta, 1977.
Keane, John, The Life And Death of Democracy, Simon & Schuster UK Ltd, London, 2009.
Khadduri, Majid, Teologi Keadilan Perspektif Islam, (terjemahan: H. Mochtar Zoerni & Joko S. Kahhar), Penerbit Risalah Gusti, Surabaya, 1999.
Kimbal, D.L., Freedom is Not Free, Trends & Events, Inc, Fayette, Iowa, 1983.
Kleden, Paul Budi & Sunarko, Adrianus, (Editor), Dialektika Sekularisasi, Diskusi Habernas-Ratzinger, dan Tanggapan, Penerbit Lamalera dan Ledalero, Yogyakarta-Maumere, 2010.
Lawrence, T.E, Seven Pillars Of Wisdom, Wordsworth Editions Limited Hertfordshire, UK, 1997.
Leaman, Oliver, Pengantar Filsafat Islam, Sebuah Pendekatan Tematis, (terjemahan: Musa Kazhim dan Arif Mulyadi), Mizan, Bandung, 2001.
Lebaeqs, Karen, Teori-Teori Keadilan (SIX Theories of Justice), (terjemahan: Yudi Santoso), Penerbit Nusa Media, Bandung, 1986.
Leber, Titus, Lalitavistara (translator: Joly Chew), Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta dan PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko, Yogyakarta, 2011.
Lewis, Arthur, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, Introduction to Business Law, (terjemahan: Derta Sri Widowatie), Penerbit Nusa Media, Bandung, 2009.
Lewis, David Levering, God’s Crucible, Islam, and the Making of Europe, 570-1215, W.W. Norton, New York, 2008.
Lichtblau, Eric, Bush, Law, The Remaking of American Justice, Pantheon Books, New York, 2008.
Lock, John, The Second Trease of Government, The Bobbs-Merrill Company, Inc, New York, 1952.
Lock, Plain Texts from Key Thinker, Parma Books, London, 1997.
Lovell, Julia, Tembok Besar (The Great Wall), Cina Melawan Dunia 1000 SM-2000 M, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia, Jakarta, 2011.
Lyons, Jonathan , The House Of Wisdom, How the Arabs Transformed Western Civitalization, Bloomsbury Publishing, London, 2009.
Magnis-Suseno, Franz, 13 Tokoh Etika, Sejak Zaman Yunani sampai Abad ke-19, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1997.
Massignon, Louis, Hallaj, Mystic and Martyr, Al-Hallaj, Sang Sufi Syahid, (terjemahan: Dewi Candraningrum, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Fajar Pustaka, Bantul, Yogyakarta, 2008.
Menzel, Donald H, Astronomy, Random House, New York.
Mill, Plain Texts from Key Thinker, Parma Books, London, 1997.
Montesquieu, The Spirit of Laws, Dasar-Dasar Ilmu Hukum dan Ilmu Politik, (terjemahan: M. Khoiril Anam), Penerbit Nusamedia, Bandung, 2007.
Moore, Salky Falk, Law As Process, An Anthropological Approach, Rouutledge & Kegan Paul, Boston, 1978
Muslehuddin, Muhammad, Dr, PhD, Philosophy Of Islamic Law and The Orientalis (A Comparative Study of Islamic Legal System), Islamic Publication Ltd, Shah Alam Market, Lahore, 1980.
Mutahhari, Murtadha, Mengenal Epistimologi, (terjemahan: Muhammad Jawad Bafaqih), Penerbit Lentera, Jakarta, 2008.
Newberg, Andrew, M.D & Waldman, Mark Robert, How God Changes Your Brain, Ballantine Books, New York, 2009.
Nye, Joseph Jr, ThE Future Of Power, Public Affair, New York, 2011.
Papineau, Davis (general editor), Philosophy, Oxford University Press, New York, 2009.
Polanyi, Michael, Segi Tak Terungkap Ilmu Pengetahuan, (terjemahan Michael Dua), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996.
Paton, George Whitecross, A Text-Book of Jurisprudence, (terjemahan G. Soedarasono BA, dkk), Jajasan Badan Penrbit Gadjah Mada, Jogjakarta, 1956.
Purcell, Hugh, Fasisme, (terjemahan Faisol Reza, dkk), Insist Oress, Yogyakarta, 2000.
Qara’ati, Muchsin, Prof, Lessin From Qur’an (Al Qur’an Menjawab Dilema Keadilan), Terjemahan Yedi Kurniawan, CV. Firdaus, Yogyakarta, 1991.
Rawls, John, A Theiory Of Justice, Harvard Univeristy Press, Cambridge, Massachusetts, 1971.
Reich, Robert, Supercapitalim, The Transformation of Business, Democracy and Everyday Life, Vintage Books, 2007.
Richards, David A.J, The Moral Criticism Of Law, Dickenson Publising Company, Inc, Encino, California, 1977.
Ritzer, George, The Globalization of Nothing, Mengkonsumsi Kehampaan di Era Globalisasi, (Alih bahasa: Dra. Lucinda M.Lett), Penerbit Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2006.
Rouner, Leroy S, Human Rights and the Worlds’s Reeligions, University Of Notre Dame Press, Notre Dame, Indiana, 1988.
Russel, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat (terjemahan: Sigit Jatmiko, dkk), Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007.
Salkind, Neil J, Teori-Teori Perkembangan Manusia, Sejarah Kemunculan, Konsepsi Dasar, Analis Komparatif, dan Aplikasi, (terjemahan: M. Khozim), Penerbit Nusamedia, Bandung, 2009.
Sandel, Michael J, Justice, What’s The Right Thing To Do?, Farrar, Straus, and Giroux, New York, 2009.
Sassen, Saskia, A Sociology of Globalization, W.W. Norton & Company, I9nc, New York, 2007.
Sen, Amartya, Sevelopment As Freedom, Anchor Books, New York, 2000.
Sen Amartya, The Idea of Justice, Penguin Group, New York, 2000.
Simmel, Georg, Problem Modernitas dalam Kerangka Sosiologi Kebudayaan, (Penyunting: Islam Gusmian & J. Sumardiyanto), Penerbit Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, Yogyakarta, 2004.
Sirkin, Harold L, et al, Globality, Competing With Everyone from Everywhere For Everything, Business Plus, New York, 2008.
Sjahdeine, Sutan Remy, Prof, Dr, SH, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Grafiti Pers, Jakata, 2006.
Stone, I.F, The Trial of Socrates, Doubleday, New York, 1989.
Storey, David, Territory, The Claimimng Of Space, Pearson Education Limited, Harlow, Essex, England, 2001.
Stott, Carole, The World Of Astronomy, Kighfisher Publication Plc, London, 2006.
Strudwick, Helen, The Encyclopedia Of Ancient Egypt, Amber Books Ltd, London, 2006.
Suseno, Franz Magnis, 13 Tokoh Etika, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1977.
Tzu, Lao, Tao Te Ching, Wordsworth Editions Limited, Hertfordshire, UK, 1997.
Vinogradoff, Paul, Common Sense in Law, Oxfors University Press, New York, 1959.
Vrissimtzis, Nikolaos A, Erotisme Yunani (terjemahan: Shoffa Ihsan), Penerbit Menara, Bekasi, Jakarta, 2006.
West, Willist Mason, Ancient World, Norwood Press, Massachusetts, USA, 1913.
Winston, Richard, Charlemagne, American Heritage Publishing Co, Inc, New York, 1968.